Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Sabtu, 25 Maret 2017

"Secuil masa lalu dari meja berdebu"


Teruntuk seseorang yang pernah kucintai dan pernah melukai.

Halo apa kabar? Semoga baik-baik saja ya disana. 

Sebelumnya aku mau minta maaf karena tiba-tiba menuliskan hal ini. Aku juga tidak tahu kenapa aku berpikiran untuk menulis ini. Kurasa ada perasaan yang memang sepertinya belum tuntas dan perlu diungkapkan dengan jelas.

Jujur saja, semenjak kamu memilih pergi hari itu semua berubah. Semua perasaan cinta kepadamu di dalam hati seketika menjadi benci. Entah mengapa, kurasa hari itu dan hari-hari selanjutnya aku tidak pernah merasa baik-baik saja. Ada perasaan yang begitu luka semenjak kamu memilih tiada. Ada dada yang merasa perih semenjak pergi yang kamu pilih. Aku merasa ada bagian yang kurang ketika kamu tidak lagi pulang. Semua hal aneh yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Aku yang jarang sekali menangisimu, hari itu sungguh terkuras air mataku. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak malu menjadi lelaki penangis seperti itu. Sebab itu adalah salah satu cara melegakan dada ketika kamu memilih tiada.

Hari-hari berlalu, aku yang begitu sangat kehilanganmu mencoba hal-hal yang belum pernah kulakukan sebelumnya. Aku mencoba mendalami duniaku. Aku belajar dunia fotografi semenjak hari itu. Kupikir dengan travelling dan memotret akan membuatku semakin mudah melupakanmu. Ternyata aku salah. Melupakan seseorang yang pernah begitu dalam dicintai tak pernah semudah itu. Kemanapun aku melangkahkan kaki disitulah ingatan tentangmu selalu hadir mengiringi. Entahlah aku juga tidak mengerti, mengapa aku harus menjadi seperti ini. Aku yang terlalu dalam mencintai atau kamu yang terlalu tajam melukai. Aku sedih, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan kamu masih saja enggan pergi dari dalam hati.

Aku yang dulu mulai suka menulis tema-tema cinta semenjak mengenalmu, kini lebih sering menulis tema patah hati semenjak kepergianmu. Kamu telah mengenalkan aku pada duniaku. Kamu mengenalkanku pada puisi-puisi cinta dan disaat yang sama kamu mengajariku menulis segala hal bertemakan luka. Aku bahagia dengan menulis. Aku bahagia dengan duniaku. Seperti dulu ketika aku pernah menganggapmu sebagai duniaku, betapa bahagia aku di hari lalu. Jadi kumohon jangan menyalahkan apapun perihal tulisanku. Ketika kamu bahagia dengan orang baru. Disaat itulah aku juga merasa berhak bahagia dengan hal-hal baru, tulisanku. Aku hanya ingin melegakan bagian dari dadaku yang terkadang masih terasa sesak. Mungkin hari ini sudah tidak terlalu banyak. Perasaan sakit itu perlahan berkurang. Aku menyadari ketika aku bahagia dengan duniaku semua luka dengan sendirinya juga akan hilang. 

Meski sejujurnya melupakanmu bukanlah hal yang kuinginkan. Namun akhirnya aku menyadari bahwa melupakanmu sudah semestinya kulakukan. Sungguh aku tidak ingin lagi mengingatmu. Aku mulai mem-block-mu dari pertemananku di media sosial. Bukan sebab aku terlalu benci kepadamu. Bukan juga karena cintaku sudah habis untukmu. Aku hanya takut jatuh hati lagi. Aku hanya takut semakin dalam tersakiti. Aku tak ingin lagi terjatuh di lubang yang sama. Sebab hingga saat ini perasaan cinta itu masih ada. Meski tak pernah sama seperti sedia kala. 

Barangkali aku tidak akan patah hati hingga sedalam ini. Jikalau kamu ingat dengan kata-katamu sendiri. Katamu, jikapun kamu harus pergi, kamu tidak akan mencari orang baru lagi? Apa kamu lupa perihal ini? Sudahlah. Memang semua itu sudah seharusnya kulupakan. Kamu memang berhak mendapat seseorang yang lebih baik dari aku. Seseorang yang lebih memperjuangkanmu dan lebih mampu membahagiakanmu. Perlahan kini aku juga sudah bisa menerimanya. Semua hal yang terjadi dalam hidupku, kegagalanku dulu perihal apa-apa yang ingin kuperjuangkan untukmu. Impian-impian yang dulu sering kita bicarakan atau apapun yang sering kita sebut masa depan. Semua itu pelan-pelan kulupakan dan kuganti dengan hal-hal baru kemudian. Meskipun aku sadar, bahwa melupakan bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Namun perlahan, aku yakin semua bisa baik-baik saja. Semua akan kembali seperti semula, seperti sedia kala.

Aku percaya, aku juga bisa bahagia tanpamu di dalam dada. Sebab bahagia tidak selalu datang darimu saja. Bahagia bisa datang dari hal-hal sederhana, dari duniaku. Ketika aku berkarya dan mereka suka dengan apa yang kulakukan itu bahagia untukku. Aku hanya melakukan apapun yang kusuka, meskipun kini mungkin itu adalah hal yang begitu kamu benci. Aku hanya ingin sembuh dari luka-luka yang membalut dada. Aku juga ingin pulih dari keputusan yang pernah kamu pilih. Memang, kita punya bahagia yang berbeda. Kamu dengan bahagiamu dan aku dengan bahagiaku. Dan aku tak pernah ingin menyebut itu bahagia kita. 

Aku hanya ingin berpesan satu hal untukmu. Jangan mencari seseorang yang sempurna. Sebab yang sempurna itu tidak pernah benar-benar ada, kecuali yang maha mencipta. Ketika kamu menerima sesuatu yang biasa dalam hidupmu dan kamu bisa menjaganya. Disitulah letak kesempurnaan itu sejatinya. Jadi kumohon jagalah dia (orang baru dalam hidupmu) sebaik-baik penjagaanmu. Dia orang yang sempurna. Bukan seperti aku yang apa adanya. Cintailah dia sewajarnya saja. Jangan berlebihan seperti aku yang terlalu dalam mencintaimu. Nanti kamu malah sakit hati yang bisa membuatmu pilu. Kini aku selalu berdoa untukmu, semoga kamu tidak pernah disakiti dengan cara yang sama seperti yang kamu lakukan kepadaku; dipaksa membunuh mati rasa cinta di dalam dada ketika perasaan sayangmu terlalu dalam kepadanya.

Seseorang yang dulu pernah begitu dalam mencintaimu,

Eki Lesmana

Sabtu, 04 Maret 2017

"Definisi cinta yang sejati"

Aku kembali mengingat hari hari lalu perihal aku dan kamu, perihal bagaimana kita menjalin sebuah hubungan, aku menumbuhkan segala rasa yang tidak seharusnya aku tanam, kamu menanam segala cinta yang seharusnya tidak aku tumbuhkan. Kita bukanlah dua insan yang terjalin dalam ikatan. Hanya saja kita terlambat menyadari bahwa rasa nyaman membuat kita terjaga dalam hal hal yang menjerumuskan. Membuat kita semakin jauh dari apa yang pernah kita impikan, Kita tergerus zaman hingga lupa akan tujuan di hari-hari ke depan.

Apakah ini cinta yang abadi? cinta yang hadir dalam hati yang sementara, lalu tiba-tiba pergi entah kemana. Kita paham bahwa mencintai bukan hanya perkara hati, namun perlu kesucian diri yang kita jalani hingga tua nanti. Apa yang kita banggakan dari cinta yang kita jalani saat ini, aku akan memilih pergi, meninggalkan semua janji-janji, lalu akan kembali suatu hari nanti, sebagai seseorang yang kamu nanti-nanti untuk mengikrarkan janji yang pasti. Bukankah memang demikian adanya. Bahwa cinta yang indah seharusnya dibangun setelah akad, bukan dijalani berabad-abad dengan maksiat.