Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Senin, 14 Mei 2018

"Mengenali Jodoh"


Bulan Mei, 2016
Saya membaca dengan saksama, penuh perenungan dan sesekali meneteskan air mata. Tulisan di blog itu sukses membuat saya tertampar sebagai lelaki karena saat itu saya berada pada posisi yang cukup galau. Saya baru saja patah hati dan kebetulan menemukan bacaan yang tanpa sengaja membuat saya kembali menatap ke depan. Blog itu ditulis oleh Mbak Ghea, saya tidak tahu siapa dia tapi kisah yang ditulisnya mengharukan sebab ditulis berdasarkan pengalaman pribadi yang teramat inspiratif.

Konon, Mbak Ghea waktu itu berumur 20 tahun dan sedang dekat dengan seorang lelaki kurang lebih 5 tahun lamanya. Dekat tapi tidak pacaran, dekat tapi tidak bersentuhan. Begitu kiranya saya memahami prinsip Mbak Ghea dalam menjalin hubungan. Dari kisahnya mereka agaknya cocok satu sama lain, sering bertukar pikiran, memiliki kesamaan dalam beberapa hal, dan tentu memiliki kedekatan yang spesial jika dibandingkan dengan lelaki yang lain.

Namun badai datang tak pernah dikira, hujan turun tak sekalipun diminta, Mbak Ghea tiba-tiba dilamar oleh orang lain yang sama sekali menurut perhitungannya tak pernah dikenalnya, Mas Hanif namanya. Lelaki itu tiba-tiba menyampaikan maksud untuk mendatangi orang tuanya. Mbak Ghea bingung, jelas, itu bukan perkara mudah apalagi ketika dihadapkan dengan dua pilihan perihal jodoh.
Satu bulan setengah berlalu semenjak maksud baik Mas Hanif, akhirnya Mbak Ghea memberikan lampu hijau setelah melalui proses panjang, doa-doa juga istikharah yang berkali-kali. Saya tidak akan menceritakan ulang prosesnya karena saya justru takut akan mengurangi kisah inspiratif di dalamnya, maka lebih baik dibaca langsung dari blog penulisnya di link berikut : https://gheasafferina.blogspot.co.id/2016/04/newchapter-01-begining-of-everythings.html

Semenjak membaca tulisan itu saya menjadi sadar satu hal bahwa yang bertahan berlama-lama bersama kita belum tentu menjadi seseorang yang bertahan menjadi jodoh kita. Cinta yang indah, seperti kata Mbak Ghea, adalah cinta yang dibangun bersama sesudah akad bukan sebaliknya. Kebanyakan kita terlalu sering mencintai orang lain tapi tidak berani mengutarakan maksud baik kepada orang tunya, saya sendiri sadar itu, dan benar perempuan sejatinya butuh kepastian bukan cinta mati-matian saja. Kita barangkali hanya perlu menjemput takdir dengan ikhtiar-ikhtiar bukan menunggu apalagi mendahului dengan menjadikan orang lain kekasih sebelum menikah. Kita hanya cukup percaya dan berusaha, bahwa diantara seperempat milyar manusia di Indonesia salah satunya pasti jodoh kita.

14 Mei 2018
Beberapa bulan lalu saya mengajukan diri ke Mas Hanif agar bisa magang di rumahnya untuk belajar fotografi dan videografi pernikahan. Hitung-hitung sebagai pengalaman dan mencari kesibukan sebelum datang kesibukan lain jelang sidang kuliah saya pertengahan tahun ini, juga tentu agar bisa kenal secara langsung bukan hanya tahu cerita inspiratifnya melalui tulisan saja. Saya pun diterima dengan baik oleh Mas Hanif dan Mbak Ghea. Waktu itu Mbak Ghea masih hamil 7 bulan namun masih tetap sibuk bekerja membantu Mas Hanif di beberapa acara pernikahan. Kalau ada sosok inspiratif yang bisa mengilhami banyak perempuan selain Kartini mungkin Mbak Ghea adalah perempuan itu. Semangat dan kegigihannya sungguh patut diteladani.

Pagi ini saya mengunjungi rumah Mas hanif dan Mbak Ghea untuk bersilaturahmi sekaligus menjenguk Kafa, bayi laki-laki mungilnya. Tidak terasa dua tahun berlalu semenjak pertama kali saya membaca kisah jelang pernikahan mereka di blog Mbak Ghea. Rasanya mustahil untuk kenal mereka tapi tidak disangka kini menjadi akrab seperti memang sudah kenal lama saja. Karena sosok mereka berdua selain lucu, memang Humble dan mudah sekali akrab dengan orang lain.

Foto bersama Rizal, Kafa, dan Mas Hanif

“Assalamualaikum” tiga kali saya dan Rizal, kawan saya, mengetuk pintu rumahnya dan kemudian dipersilakan masuk oleh Mas Hanif ke ruang tamu di lantai satu. Pagi ini rambutnya tampak berantakan namun sambutan dan keramahannya tetap saja selalu rapi, sebuah ciri khas yang selalu ditunjukkan olehnya. “Masih sibuk edit foto di atas” katanya saat saya tanya sedang sibuk melakukan apa kok rambutnya acak-acakan. Sejurus kemudian Mas Hanif naik ke atas dan turun lagi menggendong Kafa, anaknya. Aih, lucu sekali, rambutnya gundul dan pipinya mumpluk menggemaskan. Bayi itu murah senyum dan tidak mudah menangis jika dibandingkan dengan bayi lain seumurannya.

Foto bersama Mbak Ghea, Mas Hanif, Kafa, dan Rizal

Tidak lama kemudian, Mbak Ghea turun membuatkan minuman lalu duduk di samping Mas Hanif, sementara Kafa bergantian dipangkuan saya dan Rizal. Kami mengobrol ke sana sini sebelum pada akhirnya memfokuskan obrolan mengenai jodoh dan pernikahan. Untuk pertama kalinya saya mendengar langsung kisah yang pernah saya baca dua tahun lalu, kisah yang seringkali saya share kepada teman-teman saya saat mereka galau, kisah haru yang pernah membuat saya terinspirasi, karena sejak membaca kisah itu sedapat mungkin saya tidak lagi memegang perempuan yang bukan mahram, semenjak merenungi kisah itu saya juga sebisa mungkin tidak lagi berboncengan dengan perempuan lain selain yang memang dihalalkan untuk saya. Kisah itu sedikit banyak mengubah hidup dan prinsip saya perihal perempuan dan percintaan. Kisah itu sungguh berkesan bagi saya dan beruntungnya bisa mengenal mereka berdua.

“Sebenarnya jodoh itu seperti apa sih Mas Mbak? Apakah ketika kita berada di dekatnya merasa aman, nyaman, tenang apakah itu jodoh kita?” Saya memulai obrolan serius itu setelah sebelumnya membicarakan banyak hal mengenai bayi dan proses persalinannya yang bagi kami (saya dan Rizal) itu masih terlalu jauh dan visioner, apalagi mengingat kami masih hendak lulus kuliah. Obrolan sebelumnya memang penting tapi ada yang jauh lebih penting dari itu, jodoh. Membicarakan tentang jodoh sejatinya adalah membicarakan pilihan-pilihan mengenai sosok ibu atau bapak seperti apa yang akan kita hadirkan di masa depan nanti untuk anak kita dan jelas itu teramat penting. Sekali salah pilih orang, bisa berantakan hidup satu keluarga. Barangkali benar kata Kartini, ibu atau bapak yang baik akan melahirkan anak yang baik pula.

Mas Hanif membenarkan tempat duduknya dan mulai serius. “Belum tentu begitu, jodoh itu sebenarnya adalah hasil dari usaha-usaha kita selama ini, kalau kita memang serius mencari yang baik dan berbuat baik InsyaAllah juga akan mendapat yang baik pula.”

Mas Hanif kemudian menceritakan kisah yang mungkin belum ditulis Mbak Ghea di blognya. Sebelum melamar Mbak Ghea, katanya, dia sudah mengalami penolakan lamaran pernikahan selama tujuh kali. Mas Hanif memulai lamaran pertamanya sejak masih kuliah semester empat. Cukup mengejutkan memang, apalagi bagi saya yang sudah semester akhir dan belum melamar siapapun. Ah itu soal lain. Usaha-usaha dan penolakan itu lah yang pada akhirnya mempertemukan Mas Hanif dan Mbak Ghea dalam penerimaan yang baik oleh semesta.

Sesekali Mbak Ghea juga menyela “Lha yo iki sopo seh kenal yo enggak kok moro-moro ngelamar aku?” (“Lha iya ini siapa sih, kenal juga tidak kok tiba-tiba melamar aku”), dan jelas kalimat itu disambut tawa kami berempat. Tapi justru dari ketidak kenalan itu Mbak Ghea jadi penasaran dengan Mas Hanif. Satu poin yang saya ambil dari Mas Hanif, menjadi misterius memang perlu.

Saya yang cukup penasaran melanjutkan pertanyaan berikutnya “Lalu bagaimana mengenai istikharah yang seharusnya dilakukan untuk memastikan bahwa seseorang itu benar-benar jodoh kita?” pertanyaan ini cukup penting karena setelah berusaha sedemikian rupa maka langkah selanjutnya adalah memastikan dan memasrahkan pilihan kita kepada Allah semata.

“Istikharah bermacam-macam bentuknya, kalau saya dan Mas Hanif dulu melalui istikharah Al-Quran, yaitu dengan cara kita sholat dulu lalu berdoa kepada Allah kemudian membuka Al-Quran secara random, lalu buka lagi 7 halaman setelah bukaan pertama itu, kemudian kita cek ayat yang ke 7 dari atas. Kebetulan waktu itu saya dapat surat an-nur ayat 32 yang berisi tentang perintah pernikahan dan ajaibnya ayat itu sama dengan yang ditunjukkan Mas Hanif ketika istikharah. Namun ketika saya melakukan istikharah untuk seseorang yang dekat dengan saya selama 5 tahun jawabannya dari Al-Quran adalah mengenai larangan-larangan berbuat sesuatu” Kali ini Mbak Ghea yang menerangkan kepada kami sebelum Mas Hanif yang menambahkan. Saya dan Rizal serius menyimak pembahasan ini.

“Jawaban istikharah tidak selalu melalui mimpi atau seperti kata Ghea tadi, jawaban istikharah bisa juga melalui tanda-tanda alam, misal ketika ikut pengajian si ustadz membahas masalah pernikahan dan perintah agar segera menikah atau bisa juga saat membeli buku tiba-tiba kita menemukan kalimat yang relevan dengan seseorang yang dekat dengan kita, banyak sekali kuasa Allah. Tugas kita hanya berusaha mencari dan memahaminya” demikian Mas Hanif menambahkan, cukup lengkap dan detail.

Jawaban itu sekaligus mengakhiri kunjungan kami ke sana. Banyak ilmu yang didapat dan kami semakin paham tentang hakikat jodoh dan pernikahan bahwa sejatinya jodoh bukanlah puncak gunung yang akan menunduk pada kaki manusia, tapi kekuatan, kegigihan, serta usaha keras agar kaki kita bisa sampai di puncaknya. Seperti kata Jon dalam film serendipity, bahwa untuk menjalani hidup yang selaras dengan alam semesta, kita hendaknya memiliki keyakinan yang kuat akan apa yang disebut nenek moyang manusia sebagai ‘fatum’ atau yang dewasa ini kita sebut ‘takdir’. Jodoh memang ditangan Tuhan, tapi ikhtiar kita lah yang akan menentukan sampai tidaknya jodoh itu di tangan kita.

Eki Lesmana

0 komentar:

Posting Komentar