Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Minggu, 06 Mei 2018

"Menjadi Tidak Tahu"

Kemarin siang ketika memesan Grab car dari Terminal Slipi, Jakarta, ternyata ada banyak sekali pengemudi yang berada di sekitar saya, demikian gambar yang saya lihat menurut aplikasi. Beberapa menit kemudian, salah seorang driver memutuskan mengambil pesanan saya menuju Stasiun Pasar Senen, Jakarta, tapi tiba-tiba si driver mengechat saya melalui aplikasi. "Mau ke Pasar Senen ya, Mas?" saya mengiyakan. Tidak lama kemudian ada telepon masuk, si driver menjelaskan panjang lebar bahwa intinya perjalanan menuju Stasiun Ps. Senen macet total karena ada acara pesta rakyat di Monas. Saya paham yang diinginkan si driver, dia berkata demikian karena tahu dari pengelamannya beberapa jam yang lalu mengantar penumpang menuju ke sana dan butuh waktu hampir dua jam. Luar biasa, padahal normalnya hanya sekitar 15 menit. Saya memaklumi lalu membatalkan pesanan. 

Saya coba pesan lagi. Harapan saya tentu semoga ada driver lain yang berbaik hati mengantar saya. Satu jam hampir berlalu, tak satupun driver yang mengambil pesanan itu. Saya sedikit kesal sebenarnya. Di antara rasa kesal dan kecewa yang berkecamuk itu, tiba-tiba seorang driver mengambil pesanan saya, jaraknya teramat jauh dari tempat saya berada karena yang lain sepertinya memang sengaja tidak mau mengambilnya. Tentu driver lain tidak mau membuang waktu dua jamnya hanya untuk mengantar saya larut dalam kemacetan, apalagi bila waktunya bisa digunakan mengantar orang lain yang baginya akan bermanfaat secara finansial. Pilihan itu jelas dan saya coba memahaminya.

"ke Stasiun Pasar Senen ya, Pak?" demikian saya memulai chat saya di aplikasi. Saya ingin memastikan bahwa si driver memang benar ingin mengantar saya terlepas dari macet atau tidaknya perjalanan menuju ke sana. Pak Driver mengiyakan,  sejurus kemudian kami sudah berada di dalam mobil larut dalam percakapan. Singkatnya Pak Driver tidak tahu bahwa perjalanan menuju ke stasiun memang macet total karena faktanya kami tiba disana butuh waktu sekitar satu setengah jam. Saya lihat wajahnya yang ikhlas lalu berterima kasih atas kebaikannya mengantarkan saya.

Satu hal yang saya pelajari dari pengalaman itu adalah bahwa terkadang 'ketidak tahuan' itu juga dibutuhkan. Tidak tahu bukan berarti bodoh, tapi justru karena ketidak tahuan itu, seseorang kadang bisa berbuat baik dan bermanfaat untuk orang lain. Ketidak tahuan, seperti kata guru agama saya dulu, kadang memang sengaja diberikan Tuhan kepada hambanya agar ia tidak takut menjalani hidupnya sendiri, ia tidak tahu keburukan apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan orang lain semenit ke depan, karena andai ia tahu, seseorang itu tidak akan berani keluar rumah dan akan selalu di dalam rumah menjadi anti sosial. Dalam konteks yang lebih luas, ketidak tahuan memang kadang lebih membuat orang lain merasa bermanfaat daripada seseorang yang merasa tahu segalanya tapi tak pernah membuat orang di sekekelilingnya merasa diterangi oleh cahaya ilmunya. Ketidak tahuan menuntut seseorang untuk mencari tahu, karena sejatinya menjadi tidak tahu itu anugerah. Dan menjadi seseorang yang tahu adalah amanah.

Eki Lesmana

*Ditulis 29 April 2018 dan baru sempat dimuat sekarang

0 komentar:

Posting Komentar