Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Minggu, 06 Mei 2018

"ORASI KEBANGSAAN AHY"


Sumber foto : google


LUAR BIASA! Dua kata yang bisa saya tuliskan setelah melihat, mendengar, dan mengamati orasi kebangsaan AHY. 43 menit TANPA TEKS berlalu tanpa terasa. Saya paham itu bukanlah hal yang mudah, apalagi harus berorasi dihadapan ribuan kader partai dan jutaan masyarakat Indonesia tentang aspek kebangsaan yang sangat kompleks jumlahnya disertai pikiran-pikiran tajam yang komprehensif. Ada kritik, ada solusi, keduanya disampaikan secara matang.

“yang sudah baik dilanjutkan, yang belum baik diperbaiki.” Pungkasnya memperjelas tagline yang digunakan partai demokrat setelah memulai beberapa pencapaian masa jabatan presiden dari satu periode ke periode yang lain. Wajahnya nampak santun dan sumringah. Gestur tubuhnya jelas bahwa ada keniscayaan terhadap apa yang telah disampaikan.

Orasi kembali dilanjutkan. Dalam kesempatan itu AHY menyebutkan lima sasaran yang akan dicapai oleh partainya jika diberi mandat oleh rakyat lima tahun ke depan. Ke lima sasaran itu akan terealisasi dengan menggunakan sembilan strategi. Satu persatu ia jelaskan dengan rinci tanpa hambatan sedikitpun. Sesekali AHY berhenti ketika sorak sorai dan tepuk tangan hadirin menggemuruh menyebutkan namanya. Saya sedang membayangkan berada disana dan mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama melihat seorang pemuda berusia 39 tahun sedang berdiri diatas panggung dengan gagasan-gagasan cemerlang yang mungkin tidak banyak dimiliki pemuda seusianya. AHY adalah potret nyata pemuda masa depan harapan bangsa.

Saya juga mungkin akan kembali bersorak lebih kencang ketika AHY menjelaskan langkah yang akan ia ambil ke depan. ”Tuhan, Allah Swt memang telah menakdirkan saya untuk bertransformasi mengubah seragam hijau menjadi biru, namun itu semua tidak berarti mengubah semangat dan prinsip hidup saya untuk terus mengabdi kepada bangsa dan negara.” Kalimat itu kemudian dibanjiri tepuk tangan dan sorak sorai yang lebih kencang. Saya mencoba memahami kalimat itu. Pasalnya memang benar AHY memutuskan pensiun dini dari TNI hanya berpangkat mayor saja. Hal ini tentu berbeda dari Pak SBY yang memang sudah mencapai pangkat jenderal. Sebuah keputusan yang mengagumkan.

Tak lama kemudian ia akhiri orasinya yang disambut meriah oleh seisi ruangan. Tepuk tangan bergemuruh. “AHY! AHY! AHY!” dikumandangkan tanpa henti. Senyum tipis di wajahnya menunjukkan keteduhan jiwa sekaligus kebanggaan akan orasi yang baru saja ia sampaikan. Tangannya melambai ke kanan dan ke kiri seakan berbicara dengan apresiasi yang tinggi kepada setiap hadirin yang datang. 

Tulisan ini bukan sebagai bentuk saya mendukung AHY di pemilu nanti. Tulisan ini hanya sebagai bentuk apresiasi saya seorang generasi milenial yang konon katanya tahun 2019 nanti jumlah pemilihnya mencapai 100 juta orang. Tulisan ini mungkin akan berubah seiring keputusan yang akan diambil partai demokrat beberapa bulan ke depan. Tulisan ini mungkin juga akan menjadi perasaan kecewa yang terpendam oleh waktu dan bukan lagi apresiasi yang membanggakan apabila demokrat memilih untuk berkoalisi dengan partai-partai yang kebijakannya kerapkali mengerdilkan rakyat kecil.

Semua orang sependapat keberhasilan dua periode Pak SBY di pemilihan presiden yang telah lalu. Hal yang tak bisa dibantah siapapun. Partai demokrat tentu tidak akan gegabah menentukan pilihannya, namun bukan berarti harus bersikap netral seperti pemilu 2014. Saya rasa itu bukanlah sebuah pilihan bijak, apalagi faktanya ada kader-kader muda yang mumpuni seperti AHY, juga tak lupa Tuan Guru Bajang (TGB) yang sejak usia 36 tahun telah menjadi Gubernur NTB hingga saat ini (2 periode). Demokrat harus berani menentukan sikap. Tentu jika demokrat berani untuk memilih poros ketiga bersama PAN dan PKB maka dipastikan pemilu 2019 akan berjalan semakin panas dan menarik. Artinya pemilu tidak hanya akan diikuti oleh dua paslon saja.

Tulisan ini saya akhiri juga dengan sebuah apresiasi terhadap Pak SBY. Sedari tadi saya terlalu membesar-besarkan AHY. Saya lupa dibalik keberhasilan juga penampilannya di depan publik, ada sosok yang telah mati-matian dan merelakan segenap waktunya untuk mendidik kematangan berpikir, ketenangan jiwa, juga keberanian berpendapat dalam dirinya. Saya yakin Pak SBY sangat bangga dengan transformasi AHY saat ini, karena tidak bisa dibantah lagi jika dilihat dari cara berbicara, gestur tubuh, dan pola berpikirnya, AHY merupakan buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Dan benarlah kalimat itu. AHY adalah kader biologis dari seorang bernama SBY.

Eki Lesmana

*Ditulis pada 14 Maret 2018

0 komentar:

Posting Komentar