Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Minggu, 06 Mei 2018

"Selamat Hari Kartini"

Tulisan ini mungkin saja klise, tapi saya ucapkan terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membacanya.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa R.A. Kartini meninggal di usia 25 tahun, 4 hari setelah melahirkan anak pertamanya. Sungguh di luar dugaan, perempuan yang di masa itu memiliki banyak cita-cita mulia harus undur diri dari dunia. Bagi saya beliau luar biasa. Usianya memang tidak panjang, tapi lihatlah jasanya tetap terkenang sepanjang masa. 

Dulu di masa penjajahan Belanda 1900-an, nasib kaum perempuan jawa sungguh mengenaskan. Rumah mereka sendiri adalah penjara, karena konon mereka tidak boleh mengenal kehidupan luar. Di satu sisi, ketika ada lelaki yang meminangnya, mau tidak mau mereka harus bersedia entah baik atau buruknya lelaki itu. Mereka hidup dalam ketakutan akan dunia, mereka juga tidak berpendidikan, karena tidak ada sekolah untuk perempuan.

Maka, sosok perempuan seperti Kartini saat itu adalah cerita lain. Kartini menembus batas-batas itu. Baginya, asal bisa menulis maka suaranya bisa didengar sampai ke negeri-negeri seberang. Melalui surat-suratnya ia sampaikan kekhawatiran akan masa depan kaum perempuan. Jika kamu pernah mendengar "Seorang ibu haruslah berpendidikan tinggi, karena anaknya harus lahir dari rahim ibu yang cerdas." Itulah cita-cita Kartini yang saat ini sedang kita nikmati bersama. Itu pula ungkapan Kartini dalam bukunya yang kini telah dimaknai banyak orang dalam tulisan-tulisan yang kurang lebih sama maknanya. Kartini sesungguhnya adalah pejuang melalui tulisan juga kata-kata. Maka jangan pernah meremehkan kata-kata.

Saya yakin masih banyak perempuan seperti Kartini di zaman ini. Jika ia adalah seorang ibu yang tidak lulus SD namun mampu menyekolahkan anaknya melebihi batas terakhir pendidikannya, ialah Kartini. Jika ia adalah seorang mahasiswi yang melalui jurnal-jurnal penelitiannya mampu bermanfaat bagi kehidupan orang lain, ialah Kartini. Jika ia adalah seorang anak yang turut membahagiakan orang tuanya dengan merapikan kamar selepas bangun tidur atau mencuci piring setelah makan, ialah Kartini. 

Kartini di zaman ini bisa jadi berbeda perjuangannya. Kartini di zaman ini bisa jadi adalah transformasi peradaban. Kartini tak hanya dimaknai setiap tanggal 21 April karena nilai-nikai itu seharusnya tercermin dalam kehidupan keseharian.

Maka pada akhirnya, setiap perempuan adalah Kartini. Karena dari sanalah setiap manusia dilahirkan. Jika bukan karenanya, mungkin tulisan ini tak pernah ada. Dan jangan lupa, jika setiap perempuan adalah Kartini, maka sebaliknya, setiap lelaki adalah Kartono yang semestinya menjaga dan menaungi setiap Kartini-nya. 

Selamat hari Kartini, Perempuanku. Kamu layak dijunjung tinggi. 

Eki Lesmana

*Ditulis pada 21 April 2018

0 komentar:

Posting Komentar