Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Minggu, 06 Mei 2018

"Mengenang Cilegon"



Foto minggu terakhir bersama kawan-kawan PKL di Pulau Kecil, Merak.

Aku ingin mengajakmu mengembara jauh dari dinginnya kota dan penuh sesak kendaraan mahasiswa. Jalanan itu penuh sesak karena mereka lebih memilih tunduk dalam gairah mesin-mesin di jalanan daripada berjalan kaki yang hanya lima menit. Aku ingin pergi sejenak dari kota itu, mencari kesunyian dalam keramaian kota lain. Maka ikutlah aku larut dalam perjalanan kereta 15 jam, duduk dan membaca buku karya R.A. Kartini tentang emansipasi perempuan. Lalu nikmati pemandangan kerlap kerlip lampu rumah warga di jendela sambil membayangkan sosok seorang Ibu di dalamnya sedang mengajarkan kebaikan-kebaikan kecil yang kubaca dari buku itu. Aku tahu ia tak pernah membacanya, tapi memang demikianlah seorang Ibu, kebaikannya memang kadang tak cukup dituliskan di dalam buku-buku, karena sejatinya kebaikan itu adalah laku dan perbuatannya.

Lima belas jam kemudian kereta berhenti dan kita akan melompat menuju bus kota yang mengantar kita ke tujuan 4 jam ke depan. Lalu kita akan tiba disana disambut asap motor kendaraan, juga terik matahari siang yang rasanya tak jauh lebih panas dari berada di dekat tungku pembakaran. Kota itu teramat panas apalagi bagi kami yang datang dari dataran dengan ketinggian berbeda, karena memang demikianlah Kota Cilegon. Disana kita akan menuju Perumahan Cilegon Indah blok C20,  karena disanalah aku akan tinggal sebulan ke depan bersama alumni yang kebaikannya tak bisa dibayar dengan apapun. Kita beruntung memiliki mereka, karena memang demikianlah tugas mereka untuk senantiasa berbakti kepada almamaternya dimanapun berada. Aku salut, juga paham bahwa kelak aku juga harus melakukan dan mengemban tugas itu. Demikian aku rasa nilai-nilai yang mereka tanamkan melalui kebaikannya.

Esok hari, aku ingin mengajakmu ke perusahaan di ujung Kota Merak. Kita akan berjalan satu menit untuk menuju titik tunggu bus perusahaan itu yang setia menjemput dan mengantar pulang setiap hari tanpa membayar serupiah pun. Dari dalam bus kita nikmati pemandangan bukit-bukit indah nan hijau yang menjadi penyejuk di tengah nafsu dan amarah matahari di atas sana. Dari sini pula dapat kita lihat perusahaan-perusahaan besar yang bertengger rapi dengan cerobong-cerobong asap teramat tinggi. Cerobong asap itulah penanda kehidupan kota yang denyut nadinya dari industri biji plastik, besi, dan sejenisnya. Sampai disana kita akan larut dalam lembar-lembar percakapan tentang safety dan proses industri kimia, juga tugas-tugas khusus yang memusingkan kepala. Namun, aku percaya kita akan melewatinya.

Inginkah kamu kukenalkan dengan keindahan lain tentang kota itu? Rasakanlah debar dada yang tak pernah kamu rasakan sebelumnya karena melihat senyum seorang perempuan yang begitu mudah menawan hati. Tati, namanya. Pandanglah ia lebih lama, lantas dengan mudah kau akan mengatakan "Aih, cantik sekali". Karena demikianlah lelaki, begitu mudah jatuh hati. Nikmatilah pertemuan itu karena sebulan kemudian kamu tak akan bisa menemukannya dimanapun lagi. Senyum itu hanya dapat disimpan dalam potret foto yang kapanpun bisa dirusak virus, maka kusarankan simpanlah dalam mata dan ingatan terbaikmu. Karena memang perpisahan hanya mengajarkan cara mengingat bukan melupakan.

Di satu sore aku akan mengajakmu bermandi cahaya senja keemasan di pulau kecil dengan menyeberang perahu seadanya. Kita siapkan bekal terbaik, ikan bumbu kecap juga ayam bakar bumbu merah yang enaknya tak kalah dengan Rumah Makan Sari Kuring Indah yang terkenal itu. Salah satu dari kita akan membakarnya dengan arang panas yang tak pernah berkeluh kesah mematangkan apapun diatasnya. Beberapa lainnya hanya perlu menyanyikan lagu-lagu bahagia yang menunjukkan bahwa kita betah dan telah melupakan kata sedih. Salah satu lainnya bertugas menghidangkan senja dengan gambar-gambar terbaik, kamu tak perlu bingung karena itu adalah keahlianku. Cukup nikmati apa-apa yang menjadi tugasmu dan padukan dalam selembar nasi, ayam dan ikan yang akan kita lahap bersama. Sesekali lihatlah ke kiri, amati dan dengarlah deru peluit kapal feri yang pergi memulangkan rindu-rindu penumpangnya. Di depan mata, senja semakin menguning. Kita bisa melihat anak gunung krakatau yang gagah tiada tertandingi. Kita habiskan senja ini dengan nuansa dan panorama ciptaan Tuhan. Sesekali aku bisa melihat senyum dan memotret perempuan tadi juga memandangi mata indahnya. Ah, ternyata memang benar, Tuhan menyukai keindahan dan senja itu lebih indah ketika aku melihatnya tenggelam di matanya.

Kini aku pulang. Pada akhirnya segala yang sudah terasa nyaman harus dipisahkan. Aku akan mengajakmu kembali ke kotaku, tunduk dan patuh pada dinginnya kabut di pagi hari. Kita akan kembali berbaur dengan hujan yang konon turunnya tidak mengenal musim. Jauh dari tempatku pulang, diam-diam aku berharap agar suatu saat nanti bisa kembali untuk menjemput takdir Tuhan, lalu mengabarkan bahwa satu bulan disana telah mengubah hidupku jauh lebih baik.

Eki Lesmana

*ditulis saat perjalanan pulang dari dalam bus menuju Stasiun Pasar Senen, Jakarta tanggal 28 April 2018.

0 komentar:

Posting Komentar